Jika Indonesia ingin mempercepat terbentuknya masyarakat informasi pada tahun 2014, karena pemerintah berharap melalui 2010 masterplan e-government untuk sebuah 'Digital Indonesia', maka Indonesia perlu mengadopsi pendekatan 'carrot and stick' terhadap pelaksanaan kebijakan, begitu menurut salah seorang pejabat senior Indonesia.
Dr Zainal Hasibuan, Wakil Ketua, Dewan TIK Indonesia, mengatakan kepada FutureGov Asia Pasifik bahwa Indonesia perlu mengambil pelajaran dari Singapura dan Malaysia untuk menjamin bahwa kebijakan dan regulasi TIK yang berhasil dilaksanakan.
"Selama bertahun-tahun telah terjadi banyak kebijakan TIK di Indonesia, namun dampak dari semua kebijakan ini belum dirasakan. Tidak ada tindakan efektif untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut ditindaklanjuti sesuai yang telah ditetapkan, "kata Hasibuan.
Indonesia perlu menemukan cara untuk menegakkan kebijakan TIK dan peraturan lebih efektif, dan memberdayakan lembaga-lembaga pemerintah terkait dengan tindakan mereka, katanya menambahkan.
Meskipun anggaran negara ditempatkan bagi proyek-proyek TIK pemerintah, namun mandat untuk berinvestasi dalam TIK di seluruh departemen belumlah cukup kuat.
"Sebuah anggaran pemerintah yang tidak terkoordinasi untuk investasi ICT merupakan salah satu akar penyebab masalahnya," kata Hasibuan. "Tidak seperti di negara lain, seperti Malaysia dan Singapura, jika sebuah proyek akan dijalankan maka proyek tersebut harus mendapat persetujuan dari semua instansi terkait."
Kurangnya koordinasi pengembangan TIK di seluruh pemerintah telah membuatnya menjadi sulit bagi Indonesia ICT Council, yang didirikan pada tahun 2006 dengan tujuan mempercepat grafik pertumbuhan penyebaran dan penggunaan TIK dalam pemerintahan.
"Seringkali kita tidak mencari tahu tentang proyek TIK sampai hal itu diekspos di media. TIK pemerintah tidak didekati untuk bergabung menyelesaikan masalah itu. Kita jadi kehilangan kesempatan untuk berbagi kapasitas dan informasi. Saat ini, jumlah dari bagian-bagian tersebut tidak sebanding dengan keseluruhannya. "
Sebuah unit pelayanan dengan kekuasaan, seperti Departemen Keuangan, diperlukan untuk mengawasi proyek TIK dan indikatornya, perlu diperkenalkan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan, ia mengusulkan.
Hasibuan mencatat bahwa kemajuan proyek-proyek kunci seperti Palapa Ring, jaringan serat optik dapat terhubung 33 propinsi di Indonesia regional, dan National Single Window, sebuah platform untuk menyederhanakan perdagangan internasional, berjalan melambat, dengan proyek-proyeknya sampai dua tahun di belakang jadwal.
"Kita memiliki lebih dari 450 budaya yang berbeda di negara ini, dan tak satu pun dari mereka mengenal satu sama lain cukup baik. Kita perlu broadband untuk mengubah itu"
"Dan kita perlu National Single Window untuk memperlancar proses perdagangan dan meningkatkan perekonomian kita," katanya.
Berdasarkan rencana induk e-government 2010, 2014 telah ditetapkan sebagai tahun target baru untuk penyelesaian cincin Palapa, pada National Single Window pada tahun selanjutnya.
Sebuah nomor identitas tunggal nasional (Masyarakat di Indonesia saat ini masih banyak yang memiliki nomor ID banyak atau bahkan ada yang ada tidak sama sekali), E-Pendidikan (e-pendidikan), dan e-government juga merupakan bagian dari rencana induk, yang memiliki tiga point inti yang diusulkan, yaitu :
- Meningkatkan dan menyusun kembali proses e-pemerintah dan struktunyar
- Memberdayakan dan merevitalisasi instansi pemerintah untuk melaksanakan proyek kunci strategis TIK
- Komitmen jangka panjang untuk investasi TIK yang berkelanjutan
Hasibuan mencatat bahwa nasib rencana tersebut tergantung pada kepemimpinan dari puncak pemerintahan. "Jika kepemimpinan kita tidak mendukung ICT sebagai enabler, maka kita masih akan terus berkutat dengan masalah yang sama, tahun demi tahun."
Robin Hicks, Desember 2010, http://www.futuregov.asia
Dr Zainal Hasibuan, Wakil Ketua, Dewan TIK Indonesia, mengatakan kepada FutureGov Asia Pasifik bahwa Indonesia perlu mengambil pelajaran dari Singapura dan Malaysia untuk menjamin bahwa kebijakan dan regulasi TIK yang berhasil dilaksanakan.
"Selama bertahun-tahun telah terjadi banyak kebijakan TIK di Indonesia, namun dampak dari semua kebijakan ini belum dirasakan. Tidak ada tindakan efektif untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut ditindaklanjuti sesuai yang telah ditetapkan, "kata Hasibuan.
Indonesia perlu menemukan cara untuk menegakkan kebijakan TIK dan peraturan lebih efektif, dan memberdayakan lembaga-lembaga pemerintah terkait dengan tindakan mereka, katanya menambahkan.
Meskipun anggaran negara ditempatkan bagi proyek-proyek TIK pemerintah, namun mandat untuk berinvestasi dalam TIK di seluruh departemen belumlah cukup kuat.
"Sebuah anggaran pemerintah yang tidak terkoordinasi untuk investasi ICT merupakan salah satu akar penyebab masalahnya," kata Hasibuan. "Tidak seperti di negara lain, seperti Malaysia dan Singapura, jika sebuah proyek akan dijalankan maka proyek tersebut harus mendapat persetujuan dari semua instansi terkait."
Kurangnya koordinasi pengembangan TIK di seluruh pemerintah telah membuatnya menjadi sulit bagi Indonesia ICT Council, yang didirikan pada tahun 2006 dengan tujuan mempercepat grafik pertumbuhan penyebaran dan penggunaan TIK dalam pemerintahan.
"Seringkali kita tidak mencari tahu tentang proyek TIK sampai hal itu diekspos di media. TIK pemerintah tidak didekati untuk bergabung menyelesaikan masalah itu. Kita jadi kehilangan kesempatan untuk berbagi kapasitas dan informasi. Saat ini, jumlah dari bagian-bagian tersebut tidak sebanding dengan keseluruhannya. "
Sebuah unit pelayanan dengan kekuasaan, seperti Departemen Keuangan, diperlukan untuk mengawasi proyek TIK dan indikatornya, perlu diperkenalkan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan, ia mengusulkan.
Hasibuan mencatat bahwa kemajuan proyek-proyek kunci seperti Palapa Ring, jaringan serat optik dapat terhubung 33 propinsi di Indonesia regional, dan National Single Window, sebuah platform untuk menyederhanakan perdagangan internasional, berjalan melambat, dengan proyek-proyeknya sampai dua tahun di belakang jadwal.
"Kita memiliki lebih dari 450 budaya yang berbeda di negara ini, dan tak satu pun dari mereka mengenal satu sama lain cukup baik. Kita perlu broadband untuk mengubah itu"
"Dan kita perlu National Single Window untuk memperlancar proses perdagangan dan meningkatkan perekonomian kita," katanya.
Berdasarkan rencana induk e-government 2010, 2014 telah ditetapkan sebagai tahun target baru untuk penyelesaian cincin Palapa, pada National Single Window pada tahun selanjutnya.
Sebuah nomor identitas tunggal nasional (Masyarakat di Indonesia saat ini masih banyak yang memiliki nomor ID banyak atau bahkan ada yang ada tidak sama sekali), E-Pendidikan (e-pendidikan), dan e-government juga merupakan bagian dari rencana induk, yang memiliki tiga point inti yang diusulkan, yaitu :
- Meningkatkan dan menyusun kembali proses e-pemerintah dan struktunyar
- Memberdayakan dan merevitalisasi instansi pemerintah untuk melaksanakan proyek kunci strategis TIK
- Komitmen jangka panjang untuk investasi TIK yang berkelanjutan
Hasibuan mencatat bahwa nasib rencana tersebut tergantung pada kepemimpinan dari puncak pemerintahan. "Jika kepemimpinan kita tidak mendukung ICT sebagai enabler, maka kita masih akan terus berkutat dengan masalah yang sama, tahun demi tahun."
Robin Hicks, Desember 2010, http://www.futuregov.asia
0 komentar:
Posting Komentar